Halaman

Sabtu, 08 Januari 2011

UNDERACHIEVEMENT DAN TEMPRAMEN



Underachievement

Pengertian
Underachievement (menurut Westminster Institute of Education) dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan atau kegagalan untuk menampilkan tingkah laku atau prestasi sesuai dengan usia atau bakat yang dimilikinya, dengan kata lain, potensi yang tidak terpenuhi (unfulfilled potentials).
Karakteristik underachievers
Menurut Rimm (1986), anak yang underachieve atau seorang underachiever, mungkin saja merupakan anak yang kreatif, sangat verbal dan memiliki kemampuan matematis yang sangat tinggi, meskipun begitu dengan bakat yang mereka miliki, mereka tidak sukses di sekolahnya. Mereka cenderung tidak teratur dan terorganisir. Mereka memiliki kemampuan belajar yang kurang baik. Mereka menganggap diri mereka telah belajar jika mereka telah mebaca bahan pelajaran secara sekilas. Beberapa di antara mereka lambat dalam mengerjakan tugas dan perfeksionis. Atau sebaliknya, ada underachiever yang sangat cepat daalm mengerjakan tugas-tugasnya tapi mereka tidak peduli dengan kualitas tugas yang mereka kerjakan tersebut.
Beberapa underachievers adalah penyendiri dan menarik diri dari keramaian. Mereka tampak tidak menginginkan teman. Underachievers lainnya mungkin mungkin terlihat angkuh dan mudah marah, agresif dan terkadang memulai perkelahian ketika mereka masih berada di taman kanak-kanak. Hampir semua underachievers bersifat manipulatif terhadap lingkungannya. Secara terselubung, mereka dapat memanipulasi orangtua mereka untuk mengerjakan pekerjaan rumah mereka, atau guru untuk lebih membantu mereka atau memberikan tugas yang tidak terlalu menantang. Mereka menganggap sekolah itu membosankan atau tidak relevan. Mereka kadangkala mengklaim bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan hasil atau prestasi yang lebih baik dan tidak yakin apakah mereka akan berhasil jika mereka bekerja lebih keras dari sekarang.
 Underachiever menolak diri mereka sendiri kesempatan untuk membangun kepercayaan diri yang kuat karena mereka tidak mengalami hubungan antara proses dan hasil, antara usaha dan pencapaian. Jika siklus underachieve ini terus berlanjut, anak akan terus mengalami perasaan semakin tidak mampu. Ketakutan terhadap kegagalan meningkat, dan sense of efficacy mereka menurun.
Penyebab
 Tingkah laku underachievement yang muncul ketika anak masih kecil belum dianggap sebagai masalah ketika itu, namun akan memberikan dampak yang cukup besar ketika anak beranjak dewasa. Rimm menyatakan bahwa penyebab underachievement dapat terjadi ketika anak masih berada di lingkungan prasekolah. Rimm membagi penyebab ini ke dalam lima kategori:



1.    Anak yang terlalu dimanja, perhatian yang berlebihan merupakan tanda bagi anak untuk menjadi underachieve atau memiliki permasalahan emosional di masa mendatang. Ketika orangtua menjadi overprotective terhadap anak, maka anak yang dapat memperoleh sesuatu tanpa usahanya sendiri akan menjadi anak yang tidak memiliki inisiatif dan sulit membangun kepercayaan diri
2.    Masalah kesehatan sejak kecil. Masalah kesehatan yang dialami oleh anak ketika mereka masih kecil, seperti asma, alergi, atau cacat mental atau fisik dapat menimbulkan suatu hubungan yang unik antara anak dan orangtua (terutama ibu). Masalah kesehatan ini dapat membuat anak menuntut dipenuhi kebutuhannya oleh orangtua. Jika orangtua terus memenuhi kebutuhan anak secara berlebih, maka anak akan cenderung menjadi seorang yang penuntut, pemberontak, ketergantungan atau bertindak di luar control orangtuanya, sehingga anak tidak dapat membangun kepercayaan yang kuat terhadap dirinya.
3.    Kombinasi saudara tertentu. Urutan kelahiran dan rivalitas antar saudara (sibling rivalry) mempengaruhi semua anak, bahwa kombinasi saudara tertentu membuat persaingan lebih kompetitif dari biasanya, dan bahwa akan ada satu orang anak yang tidak diuntungkan dari persaingan ini. Kombinasi yang tampaknya sulit diatasi oleh orang tua adalah saudara dengan umur berdekatan dan jenis kelamin sama; adik yang sangat berbakat (extremely gifted); anak termuda dari keluarga besar di mana saudara yang lainnya jauh lebih tua; dan saudara dari anak yang memiliki permasalahan fisik atau mental. Standar tinggi ditetapkan pada anak (terutama adik) di mana mereka dianggap harus meraih level sukses yang sama dengan saudaranya untuk disetarakan dengan saudaranya. Dan jika anak menganggap diri mereka tidak akan meraih sukses seperti saudaranya, mereka akan menjalani jalan yang berbeda dibandingkan dengan saudaranya dalam rangka meraih perhatian. Dalam beberapa kasus, anak akan menunjukkan pencapaian yang rendah dalam rangka mencari perhatian orangtua.
4.    Masalah pernikahan tertentu, seperti pada perceraian di awal masa perkawinan menciptakan situasi di mana anak akan membentuk suatu hubungan one-to-one yang khusus dengan salah satu orang tua. Di masa rapuh itu, orang tua yang merasa bahwa anak adalah tujuan hidup mereka adalah untuk membesarkan anaknya akan cenderung memenuhi semua kebutuhan anak dan mencegah anak untuk mengambil inisiatif. Kemungkinan lain, orang tua akan memperlakukan anak seperti pasangannya di mana akhirnya anak diberi terlalu banyak kekuasaan. Anak belajar untuk berharap terdap kekuasaan ini dan bertingkah laku tidak menyesuaikan terhadap kebutuhan teman-teman atau sekolah yang harus dipenuhi.
5.    Giftedness (keberbakatan). Anak berbakat sangat rawan terhadap underachievement. Pengalaman awal sekolah anak berbakat ini jika tidak dipenuhi oleh nonlearning, karena tugas tipikal di sekolah tidak menantang, maka dipenuhi oleh orang tua, guru, atau kepala sekolah yang membuatkan program individu khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jika hal pertama yang terjadi, maka inisiatif anak tidak akan berkembang karena mereka menganggap lingkungan akademis membosankan,. Jika hal kedua yang terjadi, maka mereka akan menjadi mudah tersanjung karena mereka percaya bahwa bakat yang mereka miliki sangat luar biasa sehingga mereka dapat mengubah sistem yang dibuat oleh orang dewasa sesuai dengan kebutuhan mereka.




Temperament is not destiny ?

Ketika Daniel Goleman (1994) dalam buku Emotional Intelligence membahas kemungkinan mengubah tempramen yang bersifat “genetik” (bawaan), yang pertama kali dilakukan adalah memberi statement umum, temperamen bukan suratan takdir permanen, karenanya bisa diubah. Ia memberi contoh tentang orang-orang yang berhasil mengubah temperamennya. Dengan leluasa ia bercerita, sehingga orang-orang yang membaca/mendengar akan tersentuh dan merasa yakin, setiap orang bisa mengubah apa pun sifat bawaan genetik negatif yang selama ini diyakini tidak bisa diperbaiki. Dalam latihan di training center, materi ini akan ditambah simulasi-simulasi, sehingga secara praktis peserta memiliki gambaran dan pengalaman langsung, bagaimana mengubah atau menciptakan sikap atau perilaku baru yang positif.
Telah banyak yang dipelajari mengenai bagaimana mengubah pola emosi.Tetapi bagaimana mengubah respon kita yang bersifat bawaan genetik-bagaimana mengubah reaksi yang sudah menjadi kebiasaan seseorang yang secara kodrati misalnya sangat mudah marah atau amat pemalu? Semua petunjuk emosional ini masuk kedalam kategori temperamen, bisikan perasaan yang menandai sikap dasar kita.
 Temperamen dapat dirumuskan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional kita. Hingga tahap tertentu, kita masing masing mempunyai kisaran emosi sendiri sendiri; temperamen merupakan bawaan sejak lahir, bagian dari undian genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam bentang kehidupan ini.
Setiap orang tua pernah menyaksikan ini: sejak lahir seorang anak bisa bersikap tenang dan tenteram atau sebaliknya, tak sabaran dan sulit diatur. Masalahnya adalah apakah setelan emosi yang telah ditentukan secara biologis semacam itu dapat diubah oleh pengalaman? Apakah susunan biologis kita menentukan nasib emosi kita atau bahkan, bisakan seorang anak yang menurut bawaannya pemalu tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih percaya diri?
Jawaban paling jelas terhadap pertanyaan ini berasal dari Jerome Kagan, ahli psikologi perkembangan yang terkemuka di Harvard University. (Jerome Kagan et al.). Kagan beranggapan bahwa sekurang kurangnya ada empat jenis temperamen-penakut, pemberani, periang dan pemurung-dan masing masing disebabkan oleh pola kegiatan otak yang berbeda beda.
Ada kemungkinan terdapat perbedaan tidak terbilang banyaknya dalam bakat temperamen, masing masing didasarkan pada perbedaan bawaan dalam jaringan sirkuit emosi, untuk setiap emosii tertentu, orang memiliki perbedaan dalam hal seberapa mudahnya emosi itu dipicu, berapa lama berlangsungnya, seberapa intens jadinya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar